Momentum
Periodisasi 2015 ini adalah waktu yang paling tepat [terbaik] untuk melakukan
riset/penelitian keadaan GKPS yang sesungguhnya. Jangan-jangan perkembangan GKPS
selama ini bersifat semu, dan tertutupi oleh “bungkus” yang begitu mempesona?
Adakah kekhawatiran kita, bahwa konsep-konsep pembaharuan yang diintroduksikan
ke dalam GKPS justru melahirkan titik kemunduran? Cukup kuatkah GKPS untuk tumbuh
50 tahun kedepan?
Tentu kita concern pada kemajuan GKPS. Karena itu, pertanyaan di atas bukan
untuk menilai perkembangan 5 tahun terakhir, melainkan untuk membangun
hipotesa, dan sekaligus membuat kita “terbangun”. Syukur jika kekhawatiran itu
tidak terbukti.
Review Tahap Perkembangan GKPS
Sejak GKPS berdiri,
ada tiga tahapan (stage) perkembangan GKPS, yakni
(1) pembangunan “Partonduyon” 1903-1928, 1928-1985; (2) tahap manajemen dan organisasi
modern dengan mengintroduksikan Garis-garis Besar Kebijakan Umum (GBKU) GKPS
dalam manajemen Jemaat (1985-kini) dan (3) tahap derived by
Vision (2015-kini) yang sangat dipengaruhi oleh konsep manajemen
strategic.
Perkembangan itu
tidak terlepas dari kemajuan zaman. Pada
Stage-1 itu, fokus pembangunan GKPS
adalah membangun iman atau partonduyon Jemaat.
Para pekerja di ladang Tuhan telah melakukan banyak hal dengan gigih,
terutama penginjilan ke dalam. Fakta
empiris menunjukkan pekerjaan itu sungguh sukses. GKPS berhasil menghapus
hasipelebeguan. Banyak tindakan yang radikal
dan revolusioner harus dilakukan untuk membangun iman kekristenan pada era tersebut. Pekerjaan ini pun menjangkau area pelayanan
yang sangat luas.
Pada stage-2, era industrialisasi berkembang pesat dan
mempengaruhi cara berpikir manusia. GKPS sebagai sebuah organisasi pun
menerapkan praktek tertib administrasi sebaik mungkin. GKPS meletakkan sistem
administrasi yang baik. Nomor Stamboek
tiap anggota Jemaat dicatat dengan teliti. Surat menyurat sudah dijalankan
dengan baik. Apa yang kita terapkan saat
ini merupakan warisan yang sudah dibangun sejak saat itu.
Dalam GBKU GKPS,
program tahunan dibagi sesuai dengan Tri Tugas Gereja, yakni persekutuan
(koinonia), kesaksian (marturia) dan pelayanan (diakonia) serta dukungan daya,
dana dan sarana.
Seiring dengan ini,
maka perhatian pada SDM menjadi prioritas, yang didukung dengan berbagai
kegiatan pembinaan kepada Majelis Jemaat secara terprogram.
Namun di sisi lain,
karena GBKU memberikan garis kebijakan yang bersifat umum, maka lahirlah program
yang beraneka ragam. Butir programnya
bagus, tapi tidak sedikit program yang berakhir dengan jawaban: “siparayakon ma ai”. Dalam
GBKU itu, sepertinya program kementerian juga masuk ke dalam gereja, termasuk
lingkungan hidup, kesehatan, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dsb. Kesannya
“hebat”.
GKPS sudah menjalankan
GBKU selama 35 tahun. Terlepas dari
segala kebaikannya, sudah saatnya bertanya: “Pernahkah GBKU diuji atau di-review sebagai alat untuk membangun GKPS? Apakah frame yang
digariskan GBKU itu efektif atau menghambat keleluasaan Jemaat menciptakan
program yang sesuai dengan Jemaatnya sendiri?
Pada stage-3, pola pikir masyarakat sudah masuk pada “brain era” atau era pengetahuan. Manajemen Strategic menjadi salah satu landasan berfikir, bahwa segala sesuatu bisa dilakukan
dengan strategi tetentu. Konsep ini mengutamakan pendekatan “berfikir srategis”
dan manusia sebagai subjek, dan bukan dengan pendekatan iman. Apakah gereja waspada
akan hal ini? (Catatan: Pola yang sama
juga terjadi dalam perkembangan Filsafat, dari Konsep Theologis, kemudian
berubah ke konsep alam, kemudian beralih ke konsep manusia (human) dan rasionalitas, yang dimulai oleh Filsuf Descartes).
Maka, bagaimanakah
perkembangan iman Jemaat pada kondisi yang demikian? Fenomena apakah yang bisa kita simpulkan
ketika kebaktian penyegaran iman (KPI) begitu digandrungi? Ini adalah sebuah gejala yang menggambarkan kehausan
rohani Jemaat. Pengalaman empiris di gereja-gereja
barat menceritakan gedung gereja yang kosong. Jemaat hanyut dalam cara berfikir
humanis dan rasionalitas.
Jika stage-1 berfokusnya pada partunduyon (bersifat convergen),
pada stage-2 ini begitu luas cakupannya dan bersifat
divergen, sedang stage-3 bersifat futuristik.
Dalam stage-3, GKPS masuk dalam era “derived by
Vision” atau pembangunan yang digerakkan oleh Visi, yakni GKPS menjadi gereja yang peduli dan pembawa berkat. Gereja GKPS akan menjadi sebuah gereja yang
berdampak ke luar. Tidak lagi fokus ke dalam. Itu bagus.
Tahun 2010 (5 tahun
lalu), GKPS sudah membuat kajian yang komprehensif dalam merumuskan Visi GKPS
2030 (Keputusan Sinode Bolon GKPS). Intinya
adalah, agar kemajuan GKPS dilakukan secara terencana dan sistematis. Selain berfungsi memberi arah, Visi tersebut
juga sebagai tools bagi pembangunan GKPS. Kita
diajak bekerja keras untuk mencapai sebuah kemajuan.
Setelah lima tahun,
(tahun lingkungan, pembinaan warga gereja, pastoral, penginjilan, dan kesetiakawanan),
maka Babak-I dinyatakan selesai. Tahun 2015 ini, GKPS memasuki Babak-II, yang
dimulai dengan tahun Kemitraan. Babak I itu menekankan penguatan internal
jemaat, sedangkan Babak II (2015-2020) menekankan soal SDM dan Leadership.
Bagaimana Evaluasi
Babak-I? Apakah cukup memuaskan? Seberapa kuatkan Jemaat diajak berlari untuk
mewujudkan mimpi itu? Yakinkah dengan 3
periode Ephorus ke depan akan membawa GKPS mencapai kematangan yang diimpikan
itu?
Makna Periodisasi yang Diharapkan
Periodisasi 2015
adalah waktu yang diperlukan untuk me-refresh
kepemimpinan di semua level, juga kategorial Bapa, Wanita dan Sekolah Minggu,
serta perangkat organisasi lainnya di dalam Jemaat, yang bertujuan membawa GKPS
ke arah yang semakin baik, kuat dan bertumbuh.
Masukan bagi
Peserta Sinode Bolon GKPS, bahwa periodisasi 2015 ini bukan hanya untuk
memenuhi Agenda SB memilih Ephorus dan Sekjend GKPS periode 2015-2020, tetapi
roh periodisasi itu sendiri adalah untuk menjadikan periodisasi ini sebagai milestone bagi kemajuan GKPS ke depan.
Apakah dinamika
periodisasi GKPS tahun 2015 ini? Salah satu “virus” baru dalam ber-GKPS saat
ini adalah soal “chemistry”. Dulu istilah itu tak ada, karena semua
mengacu pada Tuhan–sang “Pemilik Kebun Anggur”, sehingga jabatan apapun, pada hakekat
adalah serupa, yakni sama-sama “parhorja” di kebun anggur Tuhan. Di hadapan
Sang Tuan, maka logikanya semua harus bisa bekerja
sama.
Kini soal kecocokan
“chemistry” menjadi pertimbangan
penting. Ephorus harus punya chemistry yang sama dengan Sekjend-nya, Sesama pengurus di
tingkat Resort harus bisa sejalan, Pengantar Jemaat harus cocok dengan Wakilnya
dan seterusnya. Apakah realitanya benar begitu? Itulah kenyataannya. Sisi manusia yang semakin menguat. Bukankah yang kita layani
adalah Tuhan? Idealnya Ya, namun dalam prakteknya, yang kita layani adalah organisasinya.
Kita semakin kehilangan roh pelayanan itu, bahwa pelayanan itu adalah
satu, utuh, dan tidak sepotong-sepotong per lima tahunan. Sifatnya kontinu dan berkesinambungan. Karena itu, periodisasi hanyalah soal masa
bhakti, dan tidak perlu dipandang terlalu berlebihan, terlebih bila dicemari
dengan ambisi yang destruktif.
Bila periodisasi
hanya soal mengganti pengurus (an sich), maka
periodiasi itu tidak bermakna apa-apa. Periodisasi akan menjadi sesuatu yang bermakna
apabila disemangati oleh kesungguhan membangun Jemaat dan lebih baik dari
periode sebelumnya, serta menjadikan moment ini menjadi tonggak yang membawa kemajuan
GKPS secara signifikan.
Selamat berperiode se-GKPS.
Tuhanlah yang dimuliakan.
Bogor,
Jan 2015
Note : Tulisan ini dikirim ke AB GKPS, dalam rangka menyambut Tahun Periodisasi GKPS.